90 Persen Pekerja Teknologi Kini Gunakan AI dalam Pekerjaan Sehari-hari

Erasatu.id – Survei terbaru Google melalui divisi riset DORA mengungkap, sebanyak 90 persen pekerja di industri teknologi kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam aktivitas kerja mereka. Angka ini meningkat 14 persen dibanding tahun sebelumnya.

Laporan yang dikutip dari CNN Indonesia, menyebutkan temuan tersebut berdasarkan survei terhadap 5.000 profesional teknologi dari berbagai negara. AI paling banyak dipakai untuk menulis dan mengubah kode.

Fenomena ini terjadi di tengah perdebatan luas mengenai dampak AI terhadap tenaga kerja dan perekonomian global. CEO Anthropic, Dario Amodei, sebelumnya menilai AI berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Namun, sejumlah pelaku industri lain berpendapat kekhawiran itu terlalu dilebih-lebihkan.

Menariknya, meski pemakaian AI meningkat, lulusan baru bidang teknik komputer dan ilmu komputer justru menghadapi tantangan lebih besar dalam memperoleh pekerjaan. Data The New York Fed mencatat tingkat pengangguran lulusan dua jurusan tersebut kini lebih tinggi dibanding lulusan bidang sejarah seni maupun bahasa Inggris.

Situasi ini diperparah dengan menurunnya permintaan tenaga kerja. Platform lowongan kerja Indeed melaporkan jumlah iklan untuk posisi insinyur perangkat lunak anjlok hingga 71 persen sejak Februari 2022 sampai Agustus 2025.

Google sendiri termasuk perusahaan yang agresif mendorong pemakaian AI di sektor pengembangan perangkat lunak. Mereka menyediakan beragam alat bantu berbasis AI, mulai dari versi gratis hingga layanan berbayar sebesar US$45 per bulan.

Persaingan teknologi AI pun semakin ketat, dengan kehadiran raksasa seperti Microsoft, OpenAI, Anthropic, serta startup yang tengah naik daun seperti Replit dan Anysphere.

Menurut Ryan J. Salva, Kepala Divisi Pengembangan Alat Pemrograman Google, hampir semua tim internal kini telah menggunakan AI. “Kalau Anda bekerja di Google, hampir mustahil tidak memakai AI dalam pekerjaan sehari-hari,” ujarnya, dikutip dari CNN.

Meski begitu, kepercayaan pekerja teknologi terhadap kualitas hasil kerja AI masih bervariasi. Survei mencatat 46 persen responden hanya “agak percaya”, 23 persen percaya “sedikit”, sementara 20 persen benar-benar yakin. Dari sisi kualitas, 31 persen merasa AI hanya sedikit meningkatkan hasil, dan 30 persen bahkan menilai tidak ada pengaruh sama sekali.

Salva menjelaskan, kemampuan AI saat ini berada di level tiga hingga empat dari skala lima. Artinya, AI sudah dapat memecahkan masalah lintas sistem, namun tetap memerlukan pengawasan manusia.

Ia menegaskan bahwa ada aspek penting dalam pengembangan perangkat lunak yang tidak bisa digantikan AI. Teknologi ini lebih tepat digunakan untuk menyederhanakan tugas yang dianggap membosankan.

Namun, ia juga mengakui tren pemakaian AI kerap terdorong oleh hype. “Pengembangan perangkat lunak itu seperti industri fesyen. Semua berlomba mengikuti gaya celana jeans terbaru,” ucap Salva.

“Ketika pembicaraan soal ini begitu ramai, otomatis semua orang tertarik mencoba hal baru,” tambahnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *